Lahan Gambut : Lakukan 4 Hal untuk Gambut Ramah Media Tanam | PUPUK HANTU MULTIGUNA Lahan Gambut : Lakukan 4 Hal untuk Gambut Ramah Media Tanam ~ PUPUK HANTU MULTIGUNA

Minggu, 08 Oktober 2017

Lahan Gambut : Lakukan 4 Hal untuk Gambut Ramah Media Tanam

Lahan Gambut : Lakukan 4 Hal untuk Gambut Ramah Media Tanam

Menjaga Gambut Menjaga Indonesia
Lahan Gambut : Lakukan 4 Hal untuk Gambut Ramah Media Tanam Tanah merupakan tempat mahluk hidup berpijak, melakukan segala aktivitas selama hidupnya. Ada pernyataan menarik tentang arti tanah, Tanah merupakan benda statis yang dinamis, maksudnya adalah hanya karena tanah tidak dapat bergerak dengan sendirinya, tetapi didalam tanah terdapat beragam species mahluk hidup yang mendiami tanah seumur hidupnya, mencari makanan, tempat berkembangbiak, juga mengeluarkan sisa-sisa makanannya didalam tanah, hal ini menyebabkan adanya perubahan-perubahan dalam tanah sehingga tanah tidak diam secara harfiah. Tanah tidak terbentuk begitu saja, dahulu kala ada serangkaian proses pembentukan tanah yang terjadi sehingga tanah menjadi tempat tegaknya tanaman seperti saat ini. 
 
Menurut Jenny (1941) proses pembentukan tanah terjadi berawal dari batuan-batuan yang menjadi bahan induk tanah melapuk akibat iklim yang berganti selama berjuta-juta tahun lamanya, lama-kelamaan pada batuan yang melapuk tersebut tumbuh lumut yang menandakan adanya faktor pendukung tumbuh tanaman. Menarik bukan? Jadi zaman dahulu sebelum tanah berwarna coklat seperti sekarang, banyak perubahan dan proses alamiah yang terjadi menandakan tanah bukan benda mati. Tanah merupakan lapisan lapisan yang terbentuk oleh alam, salah satu lapisan tanah yang banyak menjadi bahan diskusi adalah gambut. Gambut merupakan lapisan tanah organik yang terbentuk dari tumpukan sisa-sisa tumbuhan yang telah mati seperti dedaunan, akarakar, ranting, atau batang pohon selama ribuan tahun. Lapisan gambut terbentuk karena tumbuhan yang mati dengan cepat terurai oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya, namun karena sifat tanah gambut yang anaerob memiliki tingkat keasaman tinggi, serta kurangnya unsur hara, maka proses perubahan menjadi bahan organik berlangsung lambat (Utomo, 2008). Indonesia memiliki areal gambut yang luas, diperkirakan mencapai 21 juta ha (Wibowo, 2009). Hal ini menyebabkan pemanfaatan dan pengawasan pada lahan gambut mendapat perhatian besar, seperti halnya gambut yang sering diperdebatkan karena bahayanya ketika sudah terbakar, susah sekali untuk dipadamkan bahkan jika api terlihat padam dipermukaan ternyata api masih menyala didalam lapisan gambut tersebut, dilansir dari detik.com pada musim kemarau di Pekanbaru Riau lahan gambut menjadi sorotan karena banyak kasus terbakarnya lahan gambut, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, pada tahun 2014 22.037 ha lahan gambut yang hangus, tahun 2015 turun menjadi 7.914 ha, dan tahun 2016 turun lagi menjadi 3.902 ha. Banyak peneliti yang mencoba beragam cara untuk mengelola gambut menjadi lahan yang dapat menguntungkan, karena jika dikelola dengan baik gambut dapat menjadi lahan pertanian yang menghasilkan. Dikutip dari pantaugambut.id alih fungsi lahan pada lahan gambut untuk menjadi lahan pertanian dilakukan dengan mengeringkan lahan gambut, padahal pengeringan lahan gambut akan mempercepat pembusukan bahan organik yang melepaskan karbondioksida (CO2) yang menyebabkan terjadinya kebakaran lahan gambut. Penggunaan lahan gambut untuk pertanian seharusnya dilakukan dengan bijaksana karena lahan gambut ini memiliki sifat yang khas dan perlu pengawasan lebih. Menurut Utama dan Haryoko (2009) lahan gambut berpotensi untuk budidaya tanaman pangan, sedangkan menurut Sagiman (2007) pengembangan lahan gambut untuk pertanian tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat fisika maupun kimia gambut, namun dipengaruhi pula oleh manajemen usahatani yang akan diterapkan. 
 
Karakteristik gambut yang dapat diusahakan menjadi ‘ramah media tanam´adalah sebagai berikut : 
1. Penutupan saluran dan rehabilitasi lahan Gambut memiliki kemampuan menahan air sangat tinggi. Ketika kandungan air menurun secara berlebihan akan menyebabkan kering tak balik, sehingga sulit menyerap air kembali, bobotnya yang ringan mudah hanyut terbawa air hujan, struktur tanahnya yang lepas-lepas seperti pasir, mudah terbakar, dan sulit ditanami kembali. Upaya yang dapat dilakukan dengan menjaga kelembaban tanah gambut yaitu dengan cara mempertahankan keberadaan air di dalam saluran drainase dan irigasi serta pengolahan tanah yang minimum. Apabila tidak ada irigasi, pintu-pintu saluran drainase harus dapat dibuka dan ditutup. 
 
2. Pematangan dan pemadatan lapisan gambut Lapisan gambut tidak memiliki kerapatan yang cukup sehingga daya tumpunya rendah. Akibatnya pohon yang ditanam mudah rebah, jalan sulit dilalui kendaraan, dan sulit disawahkan. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memadatkan tanah gambut dengan alat sederhana seperti gelondongan kayu yang dapat digelindingkan. 
 
 3. Kedalaman pirit lapisan gambut Pirit (FeS2) adalah senyawa yang berada dibawah lapisan gambut dilahan pasang surut. Lapisan tanah yang mengandug pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai lapisan pirit. Lapisan pirit menjadi hal yang harus diperhatikan karena dapat membahayakan lahan gambut jika musim kemarau tiba, dalam keadaan kering pirit akan teroksidasi oleh udara sehingga terbakar dan setelah bercampur dengan air akan menjadi asam sulfat atau yang sering disebut air aki/air keras yang sangat beracun. Akibat dari cairan ini adalah akar tanaman akan terganggu pertumbuhannya dan unsur hara sulit untuk diserap. Mengatasi masalah ini perlu diperhatikan kedalaman pirit, tidak dianjurkan untuk menggunakan tanah dengan kedalaman piritnya kurang dari 50 cm, upaya kedua lapisan pirit harus selalu dijaga agar tidak kekeringan dengan cara mejaga kelembaban tanah sampai lapisan piritnya.
 
 4. Menambahkan bahan amelioran Tanah gambut umumnya memiliki kandungan hara yang kurang, ditandai dengan pH yang rendah (masam), mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki kapasitas tukar kation (KTK) tinggi tetapi kejenuhan basa (KB) yang rendah, hal ini menyebabkan pupuk yang diberikan ke dalam tanah cenderung sulit untuk diserap oleh tanaman. Bahan amelioran adalah bahan yang mampu memperbaiki fisik tanah. Beberapa contoh bahan amelioran yang sering digunakan adalah kapur, tanah mineral, pupuk kandang, kompos, dan abu. Upaya lainnya dapat dilakukan dengan membuat drainase intensif atau saluran cacing, serta pemberian pupuk mikro dan pupuk makro. 
 
Lahan gambut yang luas di Indonesia memiliki peranan penting dalam menjaga ekosistem dan kesejahteraan masyarakat sekitar juga flora fauna langka disekitarnya, apabila kebutuhan lain seperti alihfungsi lahan diperlukan maka seharusnya pemangku kewenangan dan kebijakan memiliki strategi dan upaya-upaya lebih lanjuut agar lahan gambut tetap terjaga kapasitasnya dan menjaga ekosistem wilayah di Indonesia. pantau gambut pantaugambut.id #pantaugambut #lahangambut #alihfungsilahan #pengelolaangambut REFERENSI Najiyati, S. tanpa tahun. Mengenal Perilaku Lahan Gambut. http://wetlands.or.id/PDF/Flyers/Ag... diakses pada 19 Juli 2017 Sagiman, S. 2007. Pemanfaatan Lahan Gambut dengan Perspektif Pertanian Berkelanjutan. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak. Hal.32 Tanjung, C.A. 2017. Tentang Gambut, Kemarau, dan Kebakaran Lahan di Riau. http://m.detik.com/ners/berita/tent... diakses pada 20 Juli 2017 Utama, M.Z.H dan W. Haryoko. 2009. Pengujian Empat varietas Padi Unggul pada Sawah Gambut Bukaan Baru di Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Akta Agrosia, 12 (1) : 56-61 http://pantaugambut.id/pelajari/ada... diakses pada 20 Juli 2017

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India